Follow : Like : RSS : Mobile :

Falsafah "Bebek" Hantar Prodia Group Masuk 10 Besar Terbaik

Foto | Istimewa | Detakjakarta.com

"Orang mengenal bebek hanya sebagai hidangan di meja makan. Namun sebenarnya, tingkah laku unggas ini bisa mengajarkan bagaimana berperilaku yang baik, bahkan membangun system dalam kerajaan bisnis".

detak-- Membangun kerajaan bisnis dengan falsafah "bebek" ? Kenapa tidak. Simak penuturan pendiri sekaligus Komisaris Utama Prodia Group, Andi Wijaya dalam membangun bisnisnya yang diungkap melalui buku keduanya, "Impian Besar si Pengangon Bebek".

Pengalaman Andi saat kecil hingga membangun bisnisnya mulai dari nol bahkan kini masuk 10 besar Labs terbaik di dunia ini diceriterakan dengan bahasa yang ringan dalam buku "Impian Besar si Pengangon Bebek" ini.

"Saya lahir di Klaten, Jawa tengah tahun 1936, waktu jaman penjajahan. Saya mengenal bebek itu dari orang tua yang kebetulan memelihara bebek untuk diambil telurnya dibuat telur asin. Karena kandungan telur itu kurang bagus kalau hanya dipakani dedak, maka setiap akhir pekan (libur sekolah), saya mendapat tugas ngangon bebek ke sungai agar dapat tambahan protein.

Lama-lama saya amati, bebek itu kok disiplin dan kompak ya. Mereka kalo sudah jam 5 petang, sudah waktunya pulang maka mereka pulang. Tahu jalan pulang meski tidak diangon. Kalau ada temannya belum kumpul maka dipanggil-panggil dan tidak bergerak pulang sebelum temannya kumpul. Kalau ada makanan selalu memanggil kawanannya, tidak serakah/makan sendiri. Mereka pulang selalu teratur, dan pemimpin kawanan itu, pergi-pulang-selalu beganti, dan keesokan harinyapun tidak pernah sama. Kalau bertemu sapi/kerbau, selalu kompak berkumpul sama-sama mengangkat meninggikan kepalanya.

Ini menginspirasi saya bagaimana seharusnya kita membangun bisnis. Harus punya Tim yang tangguh dan kompak. Bebek saja bisa, masa manusia tidak. Dan/maka saya juga yakin, kalo suatu sistem itu sudah terbentuk, maka siapapun pemimpinnya pasti bisa jalan. Tidak ada orang, tidak ada pimpinan yang tidak tergantikan", papar Andi.

Saat Press conference di Fairmont hotel, Jakarta, Minggu (24/7), sebelum peluncuran buku, Andi mengisahkan bagaimana seorang Andi muda yang berprofesi sebagai dosen dengan penghasilan yang sangat minim, bersama tiga rekannya yang juga berprofesi dosen dan apoteker, memulai mendirikan Labs. dengan modal nol.

"Dimulai dengan kejadian istri seorang teman yang harus melakukan bedah cesar dalam proses persalinan. Waktu itu bedah cesar, dalam benak kita masih mengerikan. Takut pendarahan dan lainya. Untuk mengantisipasi bila terjadi pendarahan, kami mencari pendonor darah. Termasuk saya dan teman-teman oleh rumah sakit diminta menjadi pendonor. Maka golongan darah kamipun diperiksa. Pasien bergolongan darah O. Maka harus pendonor golongan darah O. Saya bergolongan darah A, namun dalam pemeriksaan rumah sakit menjadi O. Demikian juga teman saya bergolongan darah AB, tapi menjadi O. Wah ini Labs nya tidak benar kata saya. Maka saya minta dokter melakukan cross check... Berangkat dari kejadian ini, kami akhirnya mendirikan Labs", kata Andi.

"Kami membangun Labs Prodia itu dari dana patungan yang hanya cukup untuk menyewa ruang. Peralatan Labsnya bagaimana ? Dalam perjalanannya, akhirnya didapat dari gaji kami sebagai dosen yang tidak terbayar oleh yaysan (universita) dan dibayarkan dengan alat-alat laboratorium seadanya. Dengan peralatan sederhana seadanya itulah kami memulai", sambungnya.

Seiring berjalannya waktu, lanjut Andi, Labs. Prodia semakin berkembang. "Saya meyakini prinsip the power of thinking big, kalau kita punya mimpi besar, kita punya kekuatan mewujudkannya. Dan sekarang, setelah 43 tahun Prodia mampu melayani lebih dari dua juta pelanggan dengan pendapatan lebih dari Rp 1 triliun pertahun. Prodia pun telah menjadi Labs 10 besar terbaik di dunia. Dari segi mutu kita juga masuk 10 besar. Maka bermimpilah (cita-cita) yang besar. Mimpi besar-mimpi kecil sama-sama tidak bayar", pungkas Andi.

Sementara Direktur Utama Laboratorium Klinik Prodia, Dewi Muliaty dikesempatan yang sama mengatakan, buku "Impian Besar si Pengangon Bebek" ini sengaja diluncurkan bertepatan dengan hut Andi yang ke-80 tahun. "80 tahun itu tidak semua oragn bisa capai tetap dalam kondisi masih bisa berkontribusi bagi masyarakat. Karena itu kami merasa latar belakang, kisah hidup Andi Wijaya sangat pantas diceritakan, untuk menjadi teladan bagi kita generasi muda", kata dewi.

Menurut Dewi, sejak muda, kuliah hingga membangun Prodia, Andi merupakan seorang pekerja keras dan disiplin. Dan tetap sangat konsern dalam bidang kesehatan. "Karena itu, ini harus dibaca generasi penerus, untuk memberi inspirasi. Bagaimana bekerja dengan disiplin, korek dan gesit", ujarnya.

Senada dengan Dewi, penulis buku, Eka Budianta mengatakan, sosok Andi memang sosok pekerja keras, namun yang membedakannya, dia punya mimpi besar. Apa yang ingin diberikannya bagi masa depan bangsa melalui bisnisnya.

"Ia pekerja keras, dan sangat sederhana. Yang membedakan dengan pekerja keras lainnya, ia punya mimpi besar. Dan tak kalah penting, dalam kiprahnya membangun negeri, pak Andi telah meletakkan informasi kesehatan menjadi informasi yang penting", imbuhnya. (BP)