Follow : Like : RSS : Mobile :

Dirjen EBTKE Buka "Geothermal Community Luncheon" dan IIGCE 2017

Foto | Istimewa | Detakjakarta.com

detak- Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Ir. Rida Mulyana, M.Sc pada hari ini Kamis (18/05/2017) secara resmi membuka "Geothermal Community Luncheon" yang diadakan di Mezzanine Ballroom, Hotel Aryaduta, Patung Tani, Jakarta.

Acara yang berlangsung pada hari ‎ini merupakan agenda resmi Asosiasi Panasbumi Indonesia (API) sebagai forum dimana pemangku kepentingan dapat berkumpul bersama pemerintah, perusahaan pengembang kelistrikkan, akademisi, ‎lembaga internasional dan perusahaan pendukung industri. Kegiatan ini juga sekaligus merupakan launching The Indonesia 5th International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2017.

The IIGCE 2017 ini akan menghadirkan jajaran pembicara terkemuka antara lain, Ignasius Jonan (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia), Dr. Ir. Agus Hermanto, MM. (Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat), Sri Mulyani Indrawati (Menteri Keuangan Republik Indonesia), Supramu Santosa (Presiden & CEO Supreme Energy).

Pada sambutannya, Rida Mulyana menyampaikan penghargaan serta ucapan terima kasih kepada API dengan ‎tetap melaksanakan kegiatan IIGCE.

"Dengan diadakannya acara IIGCE ini saya melihat bahwa kegiatan geothermal masih tetap exist dan akan tetap berjalan sebagaimana yang diharapkan oleh pemerintah guna mendukung kebijakan pemerintah dalam penyediaan tenaga listrik dari energi terbarukan, dengan target 7200 MW di tahun 2025 melalui PP 79/2014", kata Rida Mulyana didampingi Ketua API, Abadi Poernomo dan Ketua Pelaksana IIGCE 2017, Suharsono Darmono saat konferensi pers acara tersebut.

Dalam kesempatan sama, Abadi Poernomo mengatakan, bahwa pada acara IIGCE tahun ke-5 ini API mengusung tema "Moving Forward Under Current Challenges, Obstacles and Opportunities toward Achieving Geothermal Development 2025 Target".

"Pemilihan tema ini dianggap tepat dengan melihat situasi ekonomi serta kebijakan-kebijakan dan regulasi yang ada saat ini. Sehingga menekankan bahwa tantangan serta hambatan-hambatan masih tetap ada dan harus dihadapi oleh para pengembang sehingga diperlukan pemikiran-pemikiran yang bersifat "BREAKTHROUGH" antara lain dengan menekan biaya-biaya disemua tahap kegiatan baik mulai dari survey, eksplorasi, drilling sampai tahap pembangunan power plant, agar menghasilkan tarif yang terjangkau oleh pemerintah, dan diperlukan langkah maju kedepan dalam menghadapi tantangan dan hambatan tersebut", papar Abadi.

Namun demikian, lanjut Abadi, kesempatan-kesempatan untuk mengembangkan panas bumi tetap ada ‎terbuka seluas-luasnya agar target yang dicanangkan pada tahun 2025 dapat tercapai.

"Target yang dicanangkan yaitu 7200 MW dari panas bumi pada tahun 2025. Target ini merupakan target yang ambisius, karena hingga saat ini total kapasitas panas bumi terpasang ialah 1.643,5 MW, artinya masih ada kekurangan sebesar � 5700 MW yang perlu dikembangkan dalam kurun waktu 10 tahun (atau � 550 MW per tahun)", ungkapnya.

Asosiasi Panasbumi Indonesia (API) merupakan mitra kerja pemerintah dalam memberikan masukan-masukan, kajian ilmiah dalam beberapa hal dengan visi untuk dapat mempercepat pengembangan energi Panasbumi di Indonesia.

"Oleh karena itu hasil kegiatan IIGCE 2017 akan menjadi suatu bentuk laporan yang akan disampaikan kepada pemerintah sebagai masukan", ujar Abadi.

Sementara, Ketua Pelaksana IIGCE 2017 Suharsono Darmono menjelaskan bahwa, IIGCE tahun lalu dihadiri lebih dari 700 peserta convention serta 3000 visitor yang berkunjung ke eksibisi baik dari dalam maupun luar negeri, melanjutkan sukses tahun lalu IIGCE 2017 ini diharapkan akan menjadi tradisi berkelanjutan bagi komunitas panas bumi sebagai ajang untuk berdiskusi masalah-masalah panas bumi serta berbagi pengalaman dan keahlian bagi kepentingan bersama antara industri, kampus dan pemerintah. (Ton)